EKSISTENSI UANG JUJURAN DALAM PERNIKAHAN ADAT BANJAR: Perspektif Tokoh Agama Dan Generasi Muda

Ali Sunarno, Anisa Dewi, Debi Rumenta Sitorus, Erni Supriyani, Mia Handriani

Abstract


Abstrak

Salah satu adat Banjar terkait dengan perkawinan adalah pemberian uang jujuran yang merupakan kewajiban dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan. Namun demikian, teknologi dan zaman yang berkembang dapat mempengaruhi eksistensi budaya dan budaya lokal dengan kekecewaan terhadap kejujuran uang. Penelitian ini bertujuan untuk menyelediki keberadaan uang jujuran pada pernikahan adat Banjar terutama dalam perspektif tokoh agama dan generasi muda. Penelitian menggunakan metode deskriptif deskriptif dengan mewawancarai 7 informan yang terdiri dari tokoh agama dan anak muda. Penelitian juga dilakukan melalui observasi dan dokumentasi terhadap adat pernikahan Banjar di Banjarmasin dan Martapura Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkanbahwa:(1) Uang jujuran dianggap oleh masyarakat menjadi kewajiban sebelum melangsungkan pernikahan yang nantinya uang tersebut digunakan untuk keperluan resepsi dan modal awal berumah tangga. (2) Besaran uang jujuran tergantung pada beberapa faktor antara lain: kebiasaan setempat (jumlah pasar), kedudukan sosial, tingkat pendidikan, dan kecantikan calon pengantin perempuan. Meskipun demikian jumlah uang jujuran tidak bersifat mutlak dan kembali pada kesepakatan kedua belah pihak. (3) Secara agama uang jujuran bukan kewajiban karena tidak menjadi syarat sahnya pernikahan.Uang jujuran diperbolehkan menurut agama kecuali jika memberatkan pihak laki-laki sehingga berpotensi membatalkan pernikahan, besaran uang jujuran menjadi bahan kesombongan dan menaikkan status sosial, serta menjadi ajang gengsi di masyarakat. (4) Perspektif anak muda terhadap uang jujuran diklasifikasikan menjadi dua pandangan yaitu perspektif pihak-laki yang memberi dan pihak perempuan laki-laki yang menerima uang jujuran. Pihak laki - laki sebenarnya sedikit menolak adanya uang jujuran karena dianggap memberatkan, namun karena sudah menjadi adat maka jujuran sudah dianggap lumrah dan wajib. Di sisi lain pihak perempuan menganggap bahwa kejujuran uang merupakan kewajiban laki-laki dan menjadi bukti keseriusan untuk diikat serta penggunaannya untuk kepentingan bersama. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pro dan kontra pemberian uang jujuran pada pernikahan adat Banjar. Pihak laki - laki sebenarnya sedikit menolak adanya uang jujuran karena dianggap memberatkan, namun karena sudah menjadi adat maka jujuran sudah dianggap lumrah dan wajib. Di sisi lain pihak perempuan menganggap bahwa kejujuran uang merupakan kewajiban laki-laki dan menjadi bukti keseriusan untuk diikat serta penggunaannya untuk kepentingan bersama. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pro dan kontra pemberian uang jujuran pada pernikahan adat Banjar. Pihak laki - laki sebenarnya sedikit menolak adanya uang jujuran karena dianggap memberatkan, namun karena sudah menjadi adat maka jujuran sudah dianggap lumrah dan wajib. Di sisi lain pihak perempuan menganggap bahwa kejujuran uang merupakan kewajiban laki-laki dan menjadi bukti keseriusan untuk dingin serta penggunaannya untuk kepentingan bersama. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pro dan kontra pemberian uang jujuran pada pernikahan adat Banjar.

Kata Kunci : Uang Jujur, Pernikahan, Adat Banjar


Full Text:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.31604/jim.v7i2.2023.414-419

Article Metrics

Abstract view : 1129 times
PDF - 667 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.

 
Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.