(2) Kamaluddin Kamaluddin
(3) Wahyu Wiji Utomo
*corresponding author
AbstractMasyarakat Batak Tapanuli (Angkola) memiliki hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang dibuat oleh masyarakat setempat, tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia, dan ditaati oleh masyarakat secara turun temurun dari nenek moyang sampai sekarang. Perkawinan semarga merupakan perkawinan yang dilarang menurut hukum adat Batak. Perkawinan semarga adalah perkawinan yang terjadi antara seorang laki-laki bermarga Nasution dengan seorang wanita bermarga Nasution. Perkawinan semarga dilarang karena dianggap namariboto (saudara kandung). Penelitian kualitatif dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi akan menjelaskan tentang (1) apa yang menjadi faktor penyebab pelarangan terhadap perkawinan semarga pada masyarakat Batak Angkola di Kecamatan Padang Bolak Julu, (2) serta menjelaskan pandangan masyarakat Batak Angkola di Kecamatan Padang Bolak Julu terhadap perkawinan semarga ditinjau dari falsafah hombar do adat dohot ibadat. Adapun Hasil penelitian ini bahwa pelarangan terhadap perkawinan semarga pada masyarakat Batak Angkola di Kecamatan Padang Bolak Julu disebabkan karena perkawinan semarga dapat merusak hubungan kekerabatan. Perkawinan semarga adalah perkawinan yang dianggap namariboto (saudara kandung), semarga adalah keturunan dari seorang kakek yang sama sehingga dapat merusak partuturan (panggilan tegur sapa). Perkawinan semarga juga dapat merusak marwah orang Batak Angkola. Perkawinan semarga dilarang untuk menghindari terjadinya perkawinan dongan sabutuha (saudara kandung), dan untuk memelihara rasa malu. Apabila perkawinan semarga terjadi maka orang tua akan merasa malu pada masyarakat setempat karena telah melanggar hukum adat Batak Angkola. Masyarakat Batak Tapanuli memiliki falsafah hombar do adat dohot ibadat (adat dan agama harus beriringan). Perkawinan semarga menurut ajaran Islam tidak ada larangan, menurut hukum adat perkawinan semarga dilarang. Apabila perkawinan semarga terjadi dan untuk bisa diadatkan harus membayar uhum atau sanksi-sanksi adat yang telah ditetapkan oleh tokoh adat maupun masyarakat.Â
Keywordshombar do adat dohot ibadat, perkawinan semarga, Batak Angkola
|
DOIhttps://doi.org/10.31604/jips.v9i8.2022.2914-2923 |
Article metrics10.31604/jips.v9i8.2022.2914-2923 Abstract views : 826 | PDF views : 3699 |
Cite |
Full Text Download
|
References
Armia. 2018. Fikih Munakahat (Dilengkapi UU.No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Medan: CV. Manhaji.
Ariyono, dan Aminuddin Siregar. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademi Pressindo.
Dwi Septia Lisa. 2021.Bahasa Bantu Batak Angkola. Indonesia: Guepedia.
Hadikusuma, Hilman.1990. Hukum Perkawinan Adat.Bandung: Citra Aditya Bakti.
Pulungan Abbas. 2018. Dalihan Na Tolu Peran dalam Proses Interaksi Antara Nilai-nilai Adat dengan Islam Pada Masyarakat Mandailing dan Angkola Tapanuli Selatan. Medan: Perdana Publishing.
Pohan Muslim. 2018. “Perkawinan Semarga Masyarakat Batak Mandailing Migran di Yogyakartaâ€, Jurnal Madaniyah, Volume 8 Nomor 2.
Sanjaya Haris Umar. 2017. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: Gama Media.
Soekanto. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.
Sudiyat, Iman. 1982. Asas-asas Hukum Adat Bekal Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Cv Alfabeta.
Van Peursen. 1976. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Kanisus.
Wulansari Dewi. 2010. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: Pt Refika Aditama.
Yusanto Yoki. 2019. â€Ragam Pendekatan Kualitatifâ€. Journal of scientifik Communication. Vol. 1 No. 1.
Refbacks
- There are currently no refbacks.






Download